Ijinkan saya bercerita malam ini. Siang tadi seorang teman bercerita padaku, bahwa cintanya belum menemui jalan pulang. Cintanya baru separuh. Separuh diisi semangat untuk saling membersamai, separuh yang lain untuk saling berkorban dan siap untuk menerima kenyataan yang nanti akan dihadapi bersama.
Saya pernah menulis di postingan blog ini bahwa orang-orang yang jatuh cinta, maka mereka siap untuk menerima apapun akibat dari jatuh cinta. Sebenarnya, jatuh cinta tidak menimbulkan akibat yang teramat sangat, hanyalah pedih sedikit yang semakin menyiksa di tengah malam. Terkadang, cinta mampu membuat perasaan bahagia meledak-ledak dalam batin.
Orang-orang yang jatuh cinta sebetulnya memiliki banyak pilihan, entah mengungkapkan perasaan, menjalin kasih dengan penuh indahnya, atau lebih memilih menyimpannya sendiri agar cinta itu selalu subur di dalam hati. Dan setiap pilihan yang kamu ambil, memiliki konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan olehmu, olehnya atau siapapun yang terlibat dalam status percintaanmu.
Dengan mengungkapkan perasaan, bukan berarti tidak ada masalah atau bisa lega begitu saja. Perasaan itu harus dipupuk setiap hari, dirawat hingga ia bertumbuh tinggi hingga akhirnya kuntum tersebut bisa dilihat oleh siapapun. Saat itulah, kamu harus mempertanggungjawabkan apa yang telah kamu rawat. Lalu keputusanmu hanya ada dua, memetik bunga itu, atau membiarkannya di dalam pot hingga ada orang lain yang lebih pantas untuk memetiknya.
Cinta yang benar, adalah bukan mencintai aku dan kamu saja. Seperti halnya sebuah film atau dongeng, banyak personil yang terlibat di dalamnya. Jika kamu tidak memperhatikan salah satu personilnya, cintamu hanya separuh. Berjalan seterusnya dengan separuh kaki, hanya membuatmu lelah tanpa tahu kapan kamu akan sampai menemui jalan pulang. Bukankah lebih nikmat jika berjalan berdua, ada yang menopangmu berjalan, membantumu saat terjatuh, mengusap keringat dan air matamu saat putus asa?
Sedangkan, bagi orang-orang yang memendam perasaannya bukan berarti tidak merasakan sakit yang mendera, menahan air mata karena bibir tidak mampu mengutarakan perasaannya. Bibir tak sejalan dengan hati, katanya. Namun, bagi orang-orang yang memendam perasaan, sebenarnya tidak ingin menyakiti orang lain yang dicintainya. Dia menikam dirinya sendiri dengan rindu yang dibuatnya setiap hari. Dia menghujani dirinya dengan air mata harapan dan doa di sela harinya.
Dan keadilan Tuhan terbukti, ketika Tuhan mendatangkan lelaki/perempuan yang mampu meredakan hujan dan menampakkan matahari walau malam, menikam dengan cinta dan kasih sayang tiada berkurang, serta semangat untuk saling membersamai hingga menemukan jalan pulang.
Percayalah-tak seperti dunia, bersama orang yang kau cintai, hatimu selalu terasa seperti pagi. Hangat dan semangat, hanya dengan seseorang yang tepat.
-Semarang
Komentar
Posting Komentar