Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

tentang memantaskan diri

Wanita itu terlihat sangat tenang, padahal pernikahannya tinggal seminggu lagi. Aku melihatnya sering mengisi waktunya dengan membaca buku tentang nasihat pernikahan, tilawah untuk memantapkan hati dan menjauhi fitnah. Aku tergelitik untuk bertanya sesuatu padanya "Mbak, apakah dulu mbak pernah meminta jodoh pada Tuhan?" "Iya, mbak meminta. Tapi jodoh memang datang di saat yang tidak pernah kita duga waktunya. Dulu pun mbak sangat penasaran rupa jodoh mbak seperti apa. Parasnya, keilmuannya, latar belakangnya. Apakah dia seseorangyang pernah kita kenal sebelumnya. Ya, seperti itulah" "Lalu ? Apakah yang ini sesuai dengan kriteria yang mbak minta?" "Pada dasarnya, kriteria itu hanyalah sebuah patokan, bukan suatu keharusan. Mas membuat mbak merasa nyaman, dan percaya atau tidak kita saling melengkapi. Dan memang betul, jodoh merupakan cerminan diri kita." Aku mendapat pencerahan dari pembicaraan ini, lalu kemudian aku kembali sibuk be

Kereta

Sore itu, gadis itu berlari dengan tergesa. Mengingat jadwal keberangkatan kereta hanya tinggal 5 menit lagi. Sementara jalanan mulai padat dengan orang-orang, stasiun sibuk melayani banyak orang yang mengantri. "Aku harus buru-buru. Aku harus membagikan undangan pernikahanku pada teman-temanku", katanya dalam hati Berusaha sekuat tenaga menerobos kerumunan orang-orang, gadis itu melihat dari kejauhan. Tampak dari belakang, punggung seorang laki-laki yang sangat aku kenal. Rambutnya yang cepak dan potongannya rapih, jaket jeans yang selalu dia pakai hingga lusuh. Khas sekali Akhirnya aku menemukan kursi kosong tempatku duduk. Segera aku buka handphone 'Apakah kau di kereta?' 'Ya', ucapnya 'Kau khas sekali, seperti biasanya' Curiga, laki-laki itu berlari menelusuri tiap gerbong di kereta. Hingga akhirnya pandangannya terhenti pada gadis manis berjilbab yang sedang duduk memandangi handphone-nya, seperti menanti balasan sms. 'Hai'

Bersabarlah

Saat ini, kau mungkin masih disibukkan dengan segudang aktivitasmu, kegiatanmu yang selalu kau usahakan bermanfaat untuk banyak orang. Perawat, bukankah pekerjaan yang baik? Saat ini, kau mungkin sangat mencintai keluargamu, kerabat dan sahabat dekatmu, hingga pasien-pasienmu sehingga kamu lupa betapa ada seseorang yang menantimu disana. Kau terus berkaca, berdialog dengan diri sendiri mengenai kepantasan diri. Berbagai target sudah kau tetapkan untuk kau sejajarkan dengan dirimu. Sementara disana, seseorang terus memandangimu, mengamatimu dari jauh, memahamimu untuk kemudian dia ajak hidup bersama. Hingga saat itu datang, kau akan bertanya-tanya bagaimana bisa laki-laki itu mengenalku? Bagaimana bisa kau mengerti segala aktivitasku dan kebiasaanku sehari-hari? Lalu laki-laki itu menjawab 'Aku terus mengamatimu di setiap kebersamaan kita tanpa kau sadari. Lalu, setelah aku mengamati, aku meminta Tuhan untuk menyimpanmu untukku. Lalu sekarang, Tuhan yang memintaku untuk menj