Langsung ke konten utama

ruang menerima



dulu, di usia yang belia, saya dan mungkin hampir semua teman sebaya sangat sempit mengartikan kata 'menerima'. saat gejolak remaja, kata-kata menerima semudah mengatakan 'cinta itu menerima apa adanya'. ternyata setelah dewasa, kata 'menerima' tidak lagi memiliki definisi yang sempit

ketika sebagian dari kita di usia dewasa, mulai mencari dan memberanikan diri untuk membuka hati, disitulah kata 'menerima' diuji. ketika sepasang manusia kemudian memutuskan untuk masing-masing membuka diri, ada fase yang dinamakan sinkronisasi. menyamakan persepsi mengenai kehidupan, baik yang bersifat keseharian maupun prinsipal. 

sebetulnya setiap orang telah memiliki standarnya masing-masing untuk kemudian mencari yang seirama, agar nantinya kehidupan yang dijalani menjadi sinkron. tidak mungkin dalam satu kapal memiliki dua nahkoda dengan tujuan yang berbeda, prinsip yang berbeda, maka pilihannya adalah kapal itu tidak akan sampai ke tujuan atau akan karam di tengah lautan.

menyiapkan diri untuk bisa menerima ternyata tidak membutuhkan waktu yang singkat. itu perlu dipersiapkan dan dipupuk bertahun-tahun sehingga tidak ada kata kecewa ketika sesuatu hal terjadi tidak sesuai dengan harapan, karena kita sudah menyiapkan ruang menerima yang luas.

maka jika setiap manusia telah menyiapkan ruang menerima dalam hatinya, maka dia akan memiliki jiwa yang lapang, ikhlas, legowo. apa yang menjadi kekurangan pasangannya dilihat sebagai ibadahnya. that's what we are as clothes for each. kita adalah pakaian dari pasangan kita sendiri

mereka dengan jiwa yang lapang meyakini bahwa apa-apa yang sedang dijalani akan diyakininya sebagai takdir atau ketentuan dari Allah. lalu menerima juga harus diiringi dengan rasa percaya bahwa ini adalah bagian dari rencana Allah yang terbaik. seburuk apapun menurut manusia~


Komentar

Postingan populer dari blog ini

tahun terakhir

readers, tepat tanggal 2 september usia kuliahku adalah semester 7. semester yang dianggap (memang) angker buat sebagian besar mahasiswa (termasuk saya). menurutku, skripsi itu masterpiece dari pemikiran sendiri (dibantu dosbing) sebagai syarat kelulusan (skor toefl juga). agenda semester tujuh ini diantaranya kuliah di kelas, praktek 1 stase yaitu Kegawatdaruratan (ICU dan IGD), dan KKN yang ambil jatah liburan. kesimpulannya, semester depan enggak bisa pulang kampung. The last but not least, ada masterpiece scriptsweet bersama tujuh temen lainnya. kita sering banget bareng kalo mikin makalah mata kuliah. miss you guys :* next --> semester 8 semoga semester ini sudah bisa wisuda yaa. rencana April 2014 udah wisuda . Aamiin. semoga bisa wisuda bareng temen-temen ICON :D dan di semester ini ada pelatihan BTCLS, semacem pelatihan pemberian aksi pertama yang dilakukan terhadap pasien gawat darurat (henti nafas, henti jantung). untuk pelatihan itu denger-denger memakan biaya...

inilah rasa tenteram

pertanyaan ini sudah lama aku simpan "mengapa bahu laki-laki selalu lebih lebar  daripada perempuan?" mereka bilang, bahu sebagai tempat bersandar. tetapi, jika dilihat dengan seksama, tangan laki-laki pun selalu lebih panjang perempuan diciptakan lebih mungil daripada laki-laki. entah tangannya, pundaknya, bahunya, bahkan jemarinya. tapi perempuan bukan sosok yang lemah, lelaki juga bukan sosok yang selalu lebih kuat daripada seorang perempuan bahu laki-laki lebih lebar, sebagai penopang perempuan, pun tangannya yang lebih panjang agar selalu menjaga perempuannya dari hal-hal yang membahayakan. selalu mempertahankan dan menjaga perempuannya agar selalu ada di sampingnya, di pelukannya. lalu apa yang kau rasakan? bukankah itu menenteramkan? bukankah itu menenangkan? wanita dengan tubuh yang mungil, bahu yang lebih sempit serta jemari yang lebih kecil, sebagai pelipur saat apapun yang kau anggap besar menjatuhkanmu membuatmu terduduk sedih. perempuan dengan ...

sendiri

Nyatanya, sen diri a dalah hal yang ti dak ingin orang lain rasakan. Betapapun berat usahanya untuk menja di ber dua.  Nyatanya, sen diri a dalah hal yang menyesakkan ketika sa dar bahwa  di hatinya tak a da yang ja di pegangan. Tuhan pun ti dak a da  dalam hatinya Lalu ketika ga dis itu menya dari  dirinya se dang bera da  di tepi, bingung kemana ia harus berpegangan untuk bertahan. Seorang laki-laki berusaha men dekat, entah apa maksu d  daripa da niatnya men dekati ga dis itu. Lelaki itu mengulurkan tangan, tetapi ujung jari ke dua orang tersebut bahkan sulit untuk bertemu. Seorang ga dis mun dur selangkah, se dangkan laki-laki itu maju selangkah. Lalu, ke dua orang tersebut mencoba menerka-nerka apa yang a da  dalam hatinya masing-masing